Sebelum Cahaya

pablo-heimplatz-243278

Bismillah..

Sepuluh tahun ke belakang adalah masa-masa di mana aku mengalami begitu banyak perubahan dalam hidupku. Terutama perubahan caraku dalam memandang semesta, waktu, kehidupan, Tuhan, dan agamaku.

Aku sangat terpengaruh oleh ceramah-kuliah yang kuikuti dan buku-buku yang kubaca. Di antaranya adalah oleh kuliah dan buku yang dikaji di dalamnya; Bidayatul Hidayah, karya Imam Abu Hamid al-Ghazali, yang pernah disyarah oleh Guruku di Ma’had Aly Hujjatul Islam Depok, Dr. Muhammad Ardiansyah.

Sampai sekarang aku masih suka mengulang-ulang membacanya. Atau setidaknya mendengarkan syarahannya di youtube yang disampaikan oleh Buya Yahya. Karena setiap kubaca, seperti selalu ada faidah baru yang bisa kudapat yang berguna bagi jiwaku.

Karena itu, melalui media ini aku bermaksud untuk menuliskan permenunganku untuk setiap satu, dua, atau beberapa paragrafnya. Supaya aku bisa mengingat faidah apa saja yang sudah kuambil darinya. Juga bisa menambahkannya apabila ada faidah yang datang menyusul kemudian. Juga supaya bisa menjadi manfaat bagi keluargaku, bagi anakku, bilamana usiaku tak sampai.

Kunamai rangkaian tulisan ini dengan nama #SebelumCahaya. Agar ada keserasian dengan judul bukunya “Bidayatul Hidayah”, yang secara bahasa kurang lebih maknanya “Awal/Permulaan dari Hidayah”. Supaya ada kesan bacaan ringan, karena memang apa yang akan kutulispun adalah permenungan ringanku.

Aku tidak mengklaim apa yang akan aku sampaikan sebagai tafsiran atas wejangan Imam Ghazali. Terlebih aku hanya membaca buku terjemahannya karena belum mampu merujuk ke buku dalam bahasa aslinya. Apa yang kusampaikan pun belum tentu mewakili apa yang pernah disyarahkan oleh Guruku. Karena, sepertinya, justru akan banyak kurangnya. Apa yang kusampaikan ini hanyalah permenunganku yang aku kristalkan dalam bentuk tulisan. Yang mungkin akan kukunjungi sautu saat nanti. Tak lebih dari itu.

Justru dengan menuliskannya melalui media inilah aku berharap ada dari pembaca budiman yang berkenan mengoreksi apa-apa yang tidak tepat, itu kemungkinan besar datang dari arahku. Serta menambahkan apa-apa yang kurang darinya. Pun sekiranya ada kebenaran dan manfaat yang bisa didapatkan pembaca sekalian, sesungguhnya itu datangnya dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Bismillahi laa hawla wa laa quwwata illaa billaah…

 

Sebelum Tidur

Nak, jangan sampai yang kamu pikirkan saat hendak tidur, khususnya di malam hari, adalah soal hasrat harta, kemasyhuran, dan segala macam hal selain-Nya. Karena boleh jadi kamu tidak akan membuka mata kembali pagi harinya. 

Kita perlu berlatih, apalagi Ayah, untuk memastikan setiap apapun yang kita lakukan menambah kemungkinan kita mendapatkan husnul khatimah. Bahkan, untuk urusan lintasan pikiran sebelum tidur pun demikian. 

Kepekaan

Nak, maukah Ayah ceritakan kisah Seorang Guru dan muridnya?

Begini ceritanya. Di sebuah negeri seorang Guru berjalan bersama muridnya. Tiba-tiba, “blak…!!” sesuatu yang keras jatuh menimpa kepalanya. Bajunya yang bersih pun terkotori bawaan jejatuhan itu.

Sang murid lekas membantu membersihkan pakaian sang Guru, sambil sedikit keheranan karena mendengar sayup ucapan Gurunya,

“Alhamdulillah…” sambil tersenyum.

Penasaran, sang murid pun bertanya,

“Guru, mengapa Engkau mengucap ‘alhamdulillah’ dan bukan ‘innalillah..’? Bukankah ini sebuah musibah?”

Sambil mengibaskan tangannya ke bagian pundak kanan dan kirinya, dengan tenang sang Guru menjawab,

“Bukankah Allah Maha Pemurah? Sebetulnya Gurumu ini sudah layak untuk dijatuhi benda yang lebih besar dan mematikan sebagai adzab atas segala dosa dan segalam bentuk kelalaianku. Akan tetapi Allah masih memberiku kesempatan untuk bertaubat.” Jawabnya tenang.

“Bagaimana bisa terpikir seperti itu, Guru?” Balik tanya sang murid sambil terpelongo.

Sang Guru sejenak terdiam. Pandangannya kosong ke depan. Sambil melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan, ia menjawab dengan singkat,

“Adalah karunia besar, apabila kita bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa kehidupan.” 

Sang murid pun mengangguk sambil menerka-nerka maknanya.

***

10 Penyebab Kenakalan pada Anak

Terdapat 10 penyebab kenakalan pada anak. Begitu kata Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad fil Islam. Di antaranya:

  1. Kemiskinan yang menjerat keluarga
  2. Perselisihan dan percekcokan bapak dan ibu
  3. Percerayan yang dibarengi kemiskinan
  4. Kesenggangan waktu yang tidak diisi dengan hal baik
  5. Lingkungan dan pertemanan yang buruk
  6. Perlakuan buruk dari orang tua
  7. Terpapar tayangan kriminal dan pornografi
  8. Merebaknya pengangguran di masyarakat
  9. Orang tua yang mengabaikan pendidikan anak
  10. Yatim

Dari kesepuluh faktor tersebut, tidak ada satu pun faktor penyebab yang datangnya dari internal diri si anak. Dengan kata lain, kenakalan itu dibentuk oleh akumulasi kondisi lingkungan. Mulai dari keluarga, pertemanan, sampai media dan masyarakat.

Kemudian yang menjadi pertanyaan; bagaimana mengurangi kenakalan pada anak–secara mikro dan makro? Siapa saja yang harus berperan ambil bagian menghadirkan solusi?

Menurut saya, agaknya butuh peran aktif bukan hanya internal keluarga, melainkan juga masjid, masyarakat, bahkan media dan pemerintahan.

Namun demikian, kalau kita lihat kembali, setidaknya ada 7 faktor penyebab kenakalan yang solusinya ada dalam kendali langsung internal keluarga si anak, yang kalau benar-benar bisa terkondisikan, insya Allah kenakalan anak bisa dihindari. Yakni,

  1. Perselisihan dan percekcokan bapak dan ibu (keluarga)
  2. Percerayan yang dibarengi kemiskinan (keluarga)
  3. Kesenggangan waktu yang tidak diisi dengan hal baik (keluarga)
  4. Lingkungan dan pertemanan yang buruk (keluarga)
  5. Perlakuan buruk dari orang tua (keluarga)
  6. Terpapar tayangan kriminal dan pornografi (keluarga)
  7. Orang tua yang mengabaikan pendidikan anak (keluarga)

Adapun faktor yang lainnya, di samping memerlukan peran aktif keluarga, menurut saya, butuh keterlibatan lebih juga dari eksternal keluarga, seperti masyarakat dan pemerintah:

  1. Kemiskinan yang menjerat keluarga.
  2. Merebaknya pengangguran di masyarakat.
  3. Yatim.

Pada akhirnya, pendidikan anak membutuhkan peran serta semuanya. Termasuk masjid, sekolah, masyarakat, juga media dan pemerintah. Dan tentunya, keluarga menjadi benteng pertahanan terakhirnya.

Air

Sudah masuk waktu shubuh. Tapi guyuran hujan belum berhenti. Bahkan semakin deras. Terus begitu sampai sekitar pukul 10 pagi. Sampai akhirnya, tadi, Ayah baru bisa sarapan ke warkop tanjakan pukul 10.30 WIB.

Belakangan ini, alhamdulillah ala kulli hal, hujan memang semakin sering turun. Anehnya, masih ada beberapa orang di media sosial berkicau, “Sudah sering hujan. Kok tidak ada banjir?” Ketus banget, bukan?!

Mungkin mereka tak bermaksud menantang Tuhan. Mereka hanya ingin mengatakan, “Lihat nih, hasil kerja kami!”, dan begitu seterusnya.

Namun begitu, kamu tahu apa yang terjadi? Banjir di 54 titik banjir tersiarkan. Mereka pun bungkam.

Kamu lihat? Betapa mudahnya Allah memberikan jawaban sekaligus peringatan. Entah bagaimana perasaan mereka saat ini. Semoga saja kita dan mereka teringat, bahwa yang menumbangkan seorang penguasa besar bernama Fir’aun adalah kumpulan tetesan air laut merah yang menyumbat lubang hidungnya.

 

Depok, 21 Feb 2017
Di kantor, kamu di Bogor
21.29 WIB

Dua Pertanyaan

Nak, ada dua pertanyaan yang–menurut Ayah–perlu kamu jawab saat usiamu menginjak 15 tahun nanti.

Pertama: Sudahkah kamu memiliki sesuatu yang akan kamu perjuangkan dalam hidupmu–apapun tantangannya, betatapun sulitnya, berapapun harga yang harus dibayar, sekalipun nyawamu sebagai taruhannya?

Kedua: Seabad ke belakang populasi manusia meningkat tajam. Permasalahan yang dihadapi manusia pun semakin banyak dan kompleks. Pertanyaannya, pada permasalahan yang manakah kamu akan mengambil peran untuk memberikan solusinya?

Mengapa di usia 15 tahun? Karena pada usia tersebut kamu sudah memasuki usia baligh. Yang artinya sudah dikenai beban syariat. Pikiran, sikap, dan perbuatanmu langsung kamu pertanggungjawabkan kepada-Nya.

Harapan Ayah, di usia 15 tahun inilah kamu telah menjadi pribadi yang matang. Yang di antara parameternya adalah kamu sudah bisa menjawab pertanyaan di atas dengan yakin, tegas, tanpa ragu. Mengenai apakah ke depannya akan ada perubahan arah atau penyesuaian itu soalan lain.

Pertanyaan ini Ayah ajukan agar kamu setelah itu bisa memfokuskan waktu, pikiran, dan energimu kepada hal itu. Supaya kamu tidak tersibukkan oleh hal-hal yang tidak penting dan tidak memiliki dampak untuk akhiratmu.

Insya Allah, Ayah dan Bunda akan membantumu mulai saat ini. Semoga Allah memanjangkan usiamu dalam ketaatan dan kebermanfaatan. Semoga Allah mengizinkan Ayah dan Bunda bisa mendengar langsung jawabanmu di hari itu.

Depok, 17 Februari 2017
Jum’at petang, 17.36 WIB
Jelang usia ke-2 bulanmu.

Nak, Bersungguhlah!

Nak!

Dua bulan ini ayah sedang mengikuti seri kajian kitab Ayyuhal Walad, karya Imam Ghazzali, yang disyarah oleh Buya Yahya. Kamu bisa menyaksikannya di sini, semoga aja masih ada.

Di seri ke-7 ada hal yang menarik. Soal mujahadah atau ke-bersunggu-sungguh-an. Buya Yahya mengatakan bahwa kita perlu melatih diri kita untuk bersungguh-sungguh. Mulanya adalah dengan berusaha menyelisihi hawa nafsu kita yang cenderung mengajak kita kepada keburukan.

Setiap orang punya wilayah mujahadah yang berbeda-beda. Ada yang senang tampil ke depan berbicara, yang dengannya ia mengharap penilaian baik orang lain. Maka mujahadah-nya adalah dengan diam saat hasrat bicaranya keluar dari niat lillah. Ada yang senang bergumul dengan hp. Sampai lupa waktu, lalai dari tilawah. Maka mujahadah-nya adalah mengurangi pemakaian hp diluar hal yang perlu. Ada yang pandangannya mudah terpeleset, maka mujahadah-nya adalah pada bagaimana ia bisa menundukkan pandangannya. Dan begitu seterusnya.

Kurang lebih begitu salah satu pesan yang nempel di benak Ayah. Menjadi tamparan keras bagi Ayah yang sering lupa dan mudah menyerah kepada ajakan hawa nafsu.

Ayah tidak tahu apa yang menjadi ujian kehidupan di zamanmu kelak. Namun, tetaplah berpegang pada nasihat tersebut. Bahwa pada prinsipnya, sebagaimana perkataan Rasul, tanda baiknya ke-Islaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya. Bahwa wara itu adalah meninggalkan apa-apa yang mungkin terlarang dan mudharat. Adapun zuhud adalah meniggalkan apa-apa yang tidak bisa dijadikan bekal untuk perjalananmu di akhirat nanti.

Semoga Allah menjagamu, memanjangkan usiamu dalam ketaatan kepada-Nya.

Depok,
Di usia 1 bulan + 2 harimu
08.45 WIB

 

Nak, Apakah Semesta Ada Tanpa Pencipta?

Nak, Apakah Semesta Ada Tanpa Pencipta?

 

Nak,

Bila engkau melihat jejak kucing di pekarangan rumahmu, bukankah itu berarti sempat ada kucing melewatinya–meskipun engkau tidak melihatnya?

Bila engkau melihat sebuah tulisan, bukankah artinya ada seseorang yang pernah menuliskannya–meskipun engkau tidak tahu siapa ia dan tidak melihatnya?

Maka, bagaimana dengan apa yang setiap hari engkau lihat; pepohonan, hewan, gunung, langit, matahari, bintang–apakah mereka semua ada begitu saja tanpa ada yang menciptakannya?

Mustahil alam semesta ini ada begitu saja, tanpa ada yang menciptakannya. Maka, tahukah kamu, siapa yang menciptakan alam semesta beserta apa yang ada di dalamnya?

Dialah Allah, Maha Pencipta, Maha Berkuasa, yang telah menciptakanmu, menciptakan ayah dan bundamu, menciptakan manusia dari saripati tanah dan tiupan Ruh-Nya.